08/06/09

UU BHP...., ”Virus Wajah Pendidikan ”

Oleh : Indah Suryani Azmi
Mahasiswi Fakultas Hukum Unand Padang

Anggota Lembaga Advokasi Mahasiswa dan Pengkajian Kemasyarakatan Fakultas Hukum Universitas Andalas ( LAM&PK FHUA )



Beberapa bulan belakangan ini Indonesia sangat berkonsentrasi kepada mulai dari persiapan, penyelenggaraan Pemilu sampai akan terpilihnya para calon Legislatif dan ujungnya sampai kepada kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh KPU perihal DPT. Permasalahan-permasalahan politik tersebut, hampir saja membungkam permasalahan-permasalahan yang tidak kalah pentingnya yang disebabkan oleh permainan elit-elit politik dengan telah mengeluarkan sebuah produk hukum yang sampai sekarang masih diperdebatkan oleh banyak kalangan. Produk hukum yang akan menghantam dunia pendidikan di indonesia, menjadikannya dunia yang akan dihuni oleh kaum-kaum elit saja. Produk hukum tersebut adalah UU BHP.....

Ternyata sampai detik ini, apa yang telah diperjanjikan oleh UUD 1945 akan sebuah pencerdasan kehidupan anak bangsa melalui pendidikan (formal/non formal) belum dilaksanakan dengan sepenuh hati oleh pemerintah kita. Padahal pendidikan memiliki posisi yang sangat fundamental ketika kita membicarakan, kemiskinan, kebodohan, kesehatan, dan juga kebudayaan. Artinya, kesemua kondisi yang digambarkan diatas tersebut dapat dipengaruhi oleh eksistensi pendidikan itu sendiri. Ketika terjadi kebodohan dan kemiskinan, selain dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik (KKN), itu pun disebabkan oleh tidak terselenggarakannya pendidikan yang baik dan bermutu oleh pemerintah, sehingga masyarakat tidak mampu berproduksi dan berkompetisi dalam bidang apapun guna menunjang kebutuhannya. Begitu juga dengan tinggi rendahnya kebudayaan suatu bangsa, juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan karena jika seseorang yang tidak pernah mengecap pendidikan, maka dia tidak mampu menciptakan ataupun mengahasilkan kebudayaan yang baik pula.Terselenggaranya pendidikan yang bermutu dan terjangkau bagi semua kalangan merupakan kewajiban dan tanggungjawab Negara sebagaimana yang telah diamanatkan dalam UUD 1945. Artinya, mau tidak mau pemerintah harus melaksanakan dan memenuhinya dalam kondisi apapun. Pendidikan yang baik dan bermutu adalah hak setiap orang tanpa pandang bulu yang harus dipenuhi oleh Negara (pemerintah), dan itu dapat kita lihat dengan telah dibuatnya anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN oleh pemerintah serta telah dibuat dan dikeluarkannya UU No 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan Nasional. Namun fakta yang terlihat sampai hari ini adalah, bahwa dunia pendidikan di Indonesia semakin carut marut pergelutannya dalam globalisasi dunia. Pemerintah belum mampu memenuhi anggaran 20% untuk pendidikan sebagaimana yang telah ditetapkannya. Dampak daripada itu, dapat kita lihat dengan banyaknya uang-uang pungutan dan iuran-iuran yang masih dimintakan kepada siswa-siswa disekolah. Sehingga hal demikian sangat memberatkan bagi siswa-siswi yang kurang/tidak mampu, sehingga ujung dari ketidak mampuan tersebut adalah berhenti sekolah dan menganggur. Bisa kita perhatikan disekeliling kita, betapa banyakknya anak-anak yang putus sekolah akibat tidak memiliki kemampuan financial yang cukup untuk itu. Jangankan untuk menamatkan 9 tahun wajib belajar, SD pun mereka tidak menikmatinya sampai selesai. Sehabis-habis akal, mereka bekerja sebagai pengamen jalanan dengan kemampuan yang mereka punya.Belum lagi selesai permasalahan yang di atas, Pemerintah malah berani menambah permasalahan baru yang dapat merendam dunia pendidikan di Negeri tercinta kita ini, serta lebih mengecilkan peran dan tanggungjawabnya dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia . Sepertinya Pemerintah ingin lepas tangan terhadap masalah-masalah yang tidak dapat diselesaikannya sehingga menambah jumlah kasus dalam dunia pendidikan yang ada di dunia ini dengan mem BHP kan institusi pendidikan. Menjadikan Institusi Pendidikan sebagai Badan Hukum adalah suatu kebijakan yang sangat keliru dan menyalahi aturan oleh Pemerintah. Dengan mengeluarkan UU No 20 Tahun 2003 serta PP No 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri Sebagai Badan Hukum dan RUU BHP yang telah disahkan menjadi UU BHP pada tanggal 17 Desember 2008 lalu oleh DPR merupakan tindakan yang secara langsung telah menciderai cita-cita Negara Indonesia seperti yang telah diamanatkan di dalam Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 31 UUD 1945 yang telah diamandemen, bahwa pendidikan itu merupakan hak warga yang harus dipenuhi oleh Negara.


Mengapa penulis mengatakan demikian,,,,???? Karena menurut penulis, dengan dikeluarkannya UU BHP ( Badan Hukum Pendidikan) ini, memberikan peluang yang sangat besar bagi Negara melepaskan tanggungjawab dan kewajibannya untuk memenuhi pendidikan warganegaranya serta membuka kran yang besar bagi penanam modal/swasta (baik dalam negeri maupun asing) untuk mencari keuntungan dengan menjadikan pendidikan sebagai komoditas dagangnya. Kenapa tidak???, karena dalam UU BHP ini dalam hal pendanaanya (Pasal 22 ayat 2 ) , bahwa asset BHP barasal dari modal penyelenggara atau bantuan pihak lain, sumbangan atau bantuan dari pihak lain, dan hasil usaha BHP, yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal ini menuai kritik dari banyak kalangan, karena dengan dipisahkannya asset peyelenggara/Negara dengan BHP yang memberikan konsekuensi pencarian dana mandiri, maka dalam penyelenggaraan BHP terdapat peluang untuk pencarian dana baik berupa sumbangan, pinjaman, dan hasil usaha mandiri, sehingga dengan demikian BHP akan menjadi rawan ditunggangi oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan Pemerintah tidak ikut campur dalam persoalan tersebut.


Meskipun RUU BHP telah disahkan menjadi UU, namun sampai saat ini kontraversi masih saja mewarnai UU tersebut. Sejak DPR men-sah-kan RUU BHP menjadi UU, maka sejak itu pula lah wajah dunia Pendidikan di Indonesia ikut berubah. Masyarakat pun merasa takut untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi Pasalnya, UU yang diberlakukan mulai dari jenjang pendidikan SD sampai ketingkat Perguruan Tinggi ini, membuka peluang yang lebih besar untuk menjadikan biaya pendidikan menjadi lebih mahal, karena UU BHP ini mendorong satuan atau penyelenggara pendidikan untuk mengelola dana secara mandiri. Artinya, dalam hal ini Pemerintah akan rentan untuk lepas tangan terhadap tanggungjawabnya dalam pemenuhan Hak atas pendidikan warga negaranya. Padahal disatu sisi kewajiban pemerintah terhadap warganya adalah menyediakan pendidikan yang bermutu dan terjangkau oleh semua kalangan..

Kewajiban dan tanggungjawab pemerintah tersebut juga telah diamanatkan dalam Konstitusi kita tepatnnya pada paragaraf ke-IV Pembukaan UUD 1945 yang telah diamandemen. Dengan demikian, mau tidak mau Negara telah terikat kepada Kontitusi yang dijadikan sumber dari segala sumber hukum dan negara harus menjalankan ketentuaan tersebut dalam kondisi apapun


Melahirkan Disparitas Pendidikan

Dengan disahkannya UU BHP pada tanggal 17 Desember 2008 yang lalu, telah merobah potret pendidikan Indonesia hari ini. Penulis sangat setuju sekali dengan Moh. Yamin yang dalam tulisannya di Harian Umum Padang Ekspres tanggal 20 Desember 2008 lalu, mengatakan bahwa UU BHP ini telah melahirkan pelayanan pendidikan yang diskriminatif dan disparitas pendidikan yang sangat jauh dan melebar antara anak-anak orang kaya dengan anak-anak orang miskin. Pendidikan tidak lagi bertujuan untuk mencerdaskan melainkan melahirkan disparitas antara anak-anak orang kaya dengan anak-anak orang miskin.

Pengingkaran Terhadap Konstitusi
Disamping itu, penulis juga berpikiran bahwa dengan adanya UU BHP ini akan melahirkan diskriminasi dalam dunia pendidikan bagi peserta didik nantinya. Karena dengan adanya UU ini, maka terancam bagi orang-orang yang berekonomi lemah/miskin untuk tidak dapat mengecap pendidikan hingga selesai, disebabkan UU BHP ini berimplikasi tingginya tarif pendidikan sehingga hanya orang-orang yang berduit sajalah yang dapat bersekolah sampai ke bangku pendidikan tinggi. Jadi, dengan disahkannya UU BHP ini, tujuan Negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa tidak lagi murni diemban dan dilakukan oleh Pemerintah/Negara seperti yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 34 ayat 3 dan 4, dimaksudkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan biaya pendidikan harus didanai oleh Pemerintah. Artinya, Negara telah melakukan pengingkaran terhadap cita-cita Negara yang telah digambarkan dalam Konstitusi kita tersebut.


Hak atas pendidikan dijamin dalam Pasal 28 (C) dan Pasal 28 (E) (1) Amandemen II UUD 1945 dan Pasal 31 (1), (2) dan (4) Amandemen IV UUD 1945. Hak ini merupakan hak yang sangat Fundamental posisinya dalam pemenuhan hak-hak lainnya, seperti hak kesehatan, hak sipol dan ekosob. Oleh karena itu ketika pemerintah mampu atau tidak mampu memberikan pendidikan yang bermutu dan terjangkau bagi warganya, atau pun ketika hak ini dipenuhi atau dilanggar baik langsung atau tidak, akan mempengaruhi kualitas pemenuhan hak- hak warga negara lainnya, dan pemerintah tidak hanya telah membatasi tetapi juga telah menghilangkan hak-hak tersebut yang seharusnya didapati oleh warganya.


Virus Bagi Wajah Pendidikan

Jika melihat kondisi dan implikasi-implikasi yang akan timbulkan dari UU BHP ini terbayanglah oleh penulis sebuah Virus yang sangat ditakuti oleh semua orang,selain dapat mematikan juga dapat melumpuhkan setiap organ yang ada dalam tubuh manusia. Sehingga orang-orang sangat berhati-hati agar tidak terkena dan dimasuki oleh virus tersebut. Begitu juga halnya dengan UU BHP ini, selama UU ini belum dicabut atau sebelum dilakukan Uji Materil, maka orang-orang akan berpikir berkali-kali dan takut untuk memasuki dunia pendidikan tersebut, karena melihat akibat yang akan dialaminya setelah itu. Sehingga masyarakat akan memilih untuk tidak mengecap pendidikan daripada harus mati kelaparan Penulis hanya berharap, dalam mengelurakan suatu kebijakan, Pemerintah harusnya lebih cerdas untuk memikirkan ketakutan-ketakutan masyarakat terhadap implikasi-implikasi kebijakan yang nantinya akan dikonsumsi oleh mereka. Agar kebijakan tersebut dapat bersifat mutualisme dengan nilai-nilai sosialis populis dan rasa keadilan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar