oleh : Asrul azis sigalingging
Demokrasi, doktrin teoritkal warisan trias poltica montesqieu ini banyak dianut oleh beberapa negara.Selain indonesia ada beberapa negara lain yang menerapkan sistem kenegaraan ini misal AS,Inggris dan Prancis .Sederhananya demokrasi berarti mencerminkan keterlibatan rakyat sepenuhnya perihal penentuan pemerintahan,baik ranah eksekutif maupun legislatif melalui ritual pemilihan yang diadakan sekali dalam 5 tahun.Dalam prosesnya partai politik yang memiliki daulat sebagai peserta pemilu mencalonkan beberapa calon perwakilan untuk menduduki parlemen (Red-Legislatif).Untuk menarik simpati rakyat para calon ini pun mulai menabur janji politk dan gagasan kebijakan yang akan diperjuangkan setelah terplih nantinya.Isi kampanye tetap sama dengan slogan “memperjuangkan aspirasi rakyat” pada intinya, dan tak sedikit bicara kesejahtraan mulai dari pembukaan lapangan kerja,pendidikan murah.Akan tetapi pada kenyataannya ketika sudah duduk dikursi impian apa yang diharapkan justru jauh dari kenyataan.Pembukaan lapangan kerja justru dihiasi dengan PHK diberbagai perusahaan disusul dengan angka kemisknan yang semakin menghujam.Ada pertanyaan yang menggeliat seputar ini pertama,apakah wakili rakyat yang legitimate ini sudah menjelma dalam barisan golongan yang sudah terpisah dari rakyat sehingga setiap kebijakan yang diambil sangat besar hanya menguntungkan kelompok atau golongan semata?.seolah kepercayaan yang diberikan berubah menjadi kekuasaan mutlak,amanah justru berubah jadi serakah.Realitas ini seolah olah membongkar cultur demokrasi yag keliru,wakil rakyat yang seharusnya menjadi representasi rakyat seolah berubah,demokrasi hanya dipandang sebagai proses pengambilan suara terbanyak saja, tentu ini menjadi asumsi kebanyakan atau mungkin realitas yang patut dibicarakan?...Idealnya semangat demokrasi harus disejajarkan antara prosedural dan subtansi,bukan sebaliknya hingga subtansi atau hakikat demokrasi justru jalan ditempat.Ini menunjukan atribusi yang salah akan demokrasi,layaknya sistem demokrasi kita tak hanya dipahami sebagai alat legitimasi kekuasaan politik semata yang hanya untuk tujuan pencapaian kekuasaan belaka melainkan lebih pada pemikiran awal yang mendasari demokrasi kita dari rakyat untuk kemaslahatan rakyat.
Demokrasi, doktrin teoritkal warisan trias poltica montesqieu ini banyak dianut oleh beberapa negara.Selain indonesia ada beberapa negara lain yang menerapkan sistem kenegaraan ini misal AS,Inggris dan Prancis .Sederhananya demokrasi berarti mencerminkan keterlibatan rakyat sepenuhnya perihal penentuan pemerintahan,baik ranah eksekutif maupun legislatif melalui ritual pemilihan yang diadakan sekali dalam 5 tahun.Dalam prosesnya partai politik yang memiliki daulat sebagai peserta pemilu mencalonkan beberapa calon perwakilan untuk menduduki parlemen (Red-Legislatif).Untuk menarik simpati rakyat para calon ini pun mulai menabur janji politk dan gagasan kebijakan yang akan diperjuangkan setelah terplih nantinya.Isi kampanye tetap sama dengan slogan “memperjuangkan aspirasi rakyat” pada intinya, dan tak sedikit bicara kesejahtraan mulai dari pembukaan lapangan kerja,pendidikan murah.Akan tetapi pada kenyataannya ketika sudah duduk dikursi impian apa yang diharapkan justru jauh dari kenyataan.Pembukaan lapangan kerja justru dihiasi dengan PHK diberbagai perusahaan disusul dengan angka kemisknan yang semakin menghujam.Ada pertanyaan yang menggeliat seputar ini pertama,apakah wakili rakyat yang legitimate ini sudah menjelma dalam barisan golongan yang sudah terpisah dari rakyat sehingga setiap kebijakan yang diambil sangat besar hanya menguntungkan kelompok atau golongan semata?.seolah kepercayaan yang diberikan berubah menjadi kekuasaan mutlak,amanah justru berubah jadi serakah.Realitas ini seolah olah membongkar cultur demokrasi yag keliru,wakil rakyat yang seharusnya menjadi representasi rakyat seolah berubah,demokrasi hanya dipandang sebagai proses pengambilan suara terbanyak saja, tentu ini menjadi asumsi kebanyakan atau mungkin realitas yang patut dibicarakan?...Idealnya semangat demokrasi harus disejajarkan antara prosedural dan subtansi,bukan sebaliknya hingga subtansi atau hakikat demokrasi justru jalan ditempat.Ini menunjukan atribusi yang salah akan demokrasi,layaknya sistem demokrasi kita tak hanya dipahami sebagai alat legitimasi kekuasaan politik semata yang hanya untuk tujuan pencapaian kekuasaan belaka melainkan lebih pada pemikiran awal yang mendasari demokrasi kita dari rakyat untuk kemaslahatan rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar