28/03/09

Merdeka 100%

Oleh : Rudy Cahyadi

Hukum modern yang umum dipakai didunia saat ini adalah hukum yang terlahir dan mengalami perjalanan yang panjang selama berpuluh-puluh abad didalam kultur sosial-budaya masyarakat eropa. Hukum modern memulai sejarahnya sejak abad ke-7 dan 8,yaitu pada masa feodalisme, dan mencapai puncaknya pada abad ke-19, dengan "Rule of Law" dan "negara konstitusional". Seperti dikatakan tadi, bahwa hukum itu berakar pada bentuk-bentuk kehidupan sosial. Manakala bentuk tersebut berubah, maka berubah pula hukumnya. Eropa telah banyak mengalami perubahan sosial, mulai dari masyarakat feodal hingga munculnya negara-negara golongan (staendestaat) yang menjadi cikal-bakal lahirnya hukum modern. Masyarakat feodal dengan konfigurasi sosialnya berupa hubungan antara Majikan dan Hamba. Dimana majikan berkewajiban untuk melindungi para hambanya dan para hamba berkewajiban untuk mengabdi pada tuannya. Sistem sosial ini bertahan selama beberapa abad, hingga munculnya kota-kota industri yang diakibatkan oleh revolusi industri yang terjadi di Eropa. Sistem feodal yang dulu digantikan oleh sistem sosial yang lebih egaliter.

Pada masa tersebut lahirlah kekuatan baru didalam masyarakat eropa. Konfigurasi baru tersebut ditandai dengan munculnya kaum borjuis, yaitu suatu golongan baru yang terdiri dari orang-orang kaya dan berpendidikan (Menschen Von Besitz Und Bildung). Golongan ini muncul seiring dengan industrialisasi dan sistem produksi kapitalis. Dibandingkan dengan golongan-golongan yang telah ada sebelomnya seperti golongan kerajaan,ningrat, dan gereja, golongan borjuis ini jauh lebih berkekuatan dalam hal materi dan pendidikan. Tapi dalam kenyataannya golongan borjuis tidak memiliki tempat dalam peta orde lama (Ancient Regime). Mereka adalah kekuatan baru, tapi yang masih berada dipinggiran dan masih tidak terlalu diperhatikanoleh kacamata hukum feodal. Hal ini sangat menyakitkan golongan borjuis sebagai kekuatan baru yang perkasa. Maka, golongan borjuis berupaya untuk masuk sebagai adresat baru dalam orde sosial tersebut. Tapi, sebelum itu terlebih dahulu mereka harus merubah sistem hukum yang berlaku pada masa itu. Bila sebelumnya hukum hanya bisa menyapa penduduk secara golongan (sektarian) maka hal ini harus diubah. Hukum harus menyapa semua orang, setiap orang, atausiapa saja, dengan berubahnya adresat tersebut maka akhirnya golongan borjuis mendapat tempat. Tapi akibat perubahan tersebut, terciptalah suatu sistem hukum yang bersifat egalitarian. Dimana adresat bukan lagi golongan, melainkan individu, hal ini ditandai dengan penulisan istilah “barang siapa melakukan ini dan itu….”, individualisme, liberalisme, dan kemerdekaan individu.

Akhirnya semua hal tersebut menciptakan bangunan hukum liberal yang tugas utamanya adalah menanamkan suatu ore hukum yang non-diskriminatif dan kemerdekaan individu, sementara keadilan dan kesejahteraan masyarakat tidak menjadi agenda utama dari sistem hukum ini. Dalam kondisi seperti ini hanya golongan kaya (The Haves) yang dapat memanfaatkan sistem hukum yang demikian itu. Seperti ungkapan seorang advokat senior Grey Spance “Equal justice under law, to all who can afford it”. Yang artinya keadilan dimata hukum hanya dapat dinikmati oleh orang-orang yang mampu membeli hkum tersebut.

Semua hal dan kultural tersebut sangat jauh berbeda dengan kita bangsa Indonesia, yang notabene adalah orang Timur (oriental). Sejarah sosial-budaya kita jauh berbeda dibandingkan dengan yang terjadi di Barat (occidental). Kebudayaan kita tidak menuju kepada kebebasan individu dan juga tidak kepada pembangunan suatu tatanan sosial yang individualisme, melainkan menuju kepada suasana kehidupan kolektif dan kontekstual. Melihat sejarah hukum modern dan segala perbedaannya dengan kondisi kultur dan sosial-budaya bangsa Indonesia, masihkah kita berpedoman kepada sistem hukum modern (civil law) ??? Tidakkah kita mulai berfikir dan bertindak untuk menyusun dan membuat suatu sistem hukum yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia ?? Akankah kita bertiriak kemana-mana sebagai suatu bangsa yang mer drka, padahal sistem hukum kita masih dijajah oleh sistem hukum peninggalan kolonial ?? Ayo…mulai saat ini kita bertekad untuk memerdekakan diri dari segala penjajahan. Mari kita berjalan untuk kemerdekaan 100%. Sebagaimana yangdulu kita cita-citakan.


1 komentar:

  1. INI BUKTINYA : PUTUSAN SESAT PERADILAN INDONESIA

    Putusan PN. Jkt. Pst No. 551/Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan
    demi hukum atas Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha.
    Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
    Sebaliknya, putusan PN Surakarta No. 13/Pdt.G/2006/PN.Ska
    justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal
    di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku
    Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi
    melakukan suap di Polda Jateng.
    Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak
    'bodoh', lalu seenaknya membodohi masyarakat, sambil berlindung di

    bawah 'dokumen dan rahasia negara'. Dikhawatirkan hakim-hakim seperti

    ini lupa bahwa UUD. 1945 dapat saja hilang lenyap jika rakyat

    menghendaki. Atau memang harus demikian relitas Peradilan Indonesia?
    Quo vadis hukum Indonesia?

    David
    (0274)9345675

    BalasHapus