19/12/08

Tolak PP no. 37 tahun 2006

Padang- Keluarnya PP. 37 tahun 2006 telah melukai perasaan rakyat. Alasan dikeluarkannya yang tercantum dalam konsideran menimbang PP ini adalah “ dalam rangka mendorong peningkatan kinerja dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan untuk penyesuaian penganggarannya dalam APBD berdasarkan PP 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, perlu mengubah beberapa ketentuan PP 24 tahun 2004”. Menjadi pertanyaan besar adalah apakah benar dengan kenaikan gaji/ pendapatan anggota dewan akan meningkatkan kinerja? Tidak patut kiranya jika dalam kondisi bangsa seperti ini, dimana angka kemiskinan yang meningkat, kenaikan harga beras, kelangkaan minyak tanah, banyaknya bencana yang menimba negeri, malahan anggota DPRD menaikan gajinya.

Menurut Suharizal S.H, M.H sebagai dosen Fakultas Hukum UNAND, keluarnya PP ini tidaklah patut dikeluarkan. Setiap tahunnya dewan telah dimanjakan oleh presiden. Keluarnya PP ini dan sejenisnya antara lain PP 110/2000, PP 24/2004, PP 37/2005 dan PP 37/2006 tentang kedudukan protokoler dan keuangan anggota dewan selalu meningkatkan gaji dewan. PP ini memposisikan gaji/ pendapatan dewan lebih dibanding dengan gaji Gubernur, Ketua MA dan lembaga-lembaga lainnya.Suharizal juga menyatakan bahwa perapelan terhadap belanja penunjang sejak tahun 2006 tidaklah tepat. Perapelan pada dasarnya bertentangan dengan asas Retroaktif, bahwasannya suatu peraturan perundang-undangan tidak dapat berlaku surut.

Sebagai penutup, ia menyatakan bahwa PP ini tidak mewajibkan untuk membayarkan tunjangan operasional dan tunjangan komunikasi intensif. Berdasarkan hal itu, ia menyatakan adanya peluang bagi eksekutif untuk tidak membayarkan. Apalagi eksekutif dalam pasal 27 ayat (1) huruf i UU No.32/2004 Tentang Pemerintahan Daerah, kewajiban eksekutif adalah melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah.

Sedangkan Fidal Trisa S.H dari biro hukum kota padang menyatakan bahwa dalam melihat PP 37/2006 harus melihat secara keseluruhan dan juga PP yang berlaku sebelumnya. Ia menyatakan bahwa pemasukan yang diterima anggota dewan adalah komponen penghasilan dan bukan gaji. Komponen penghasilan yang disebutkan dalam PP 37/2006 ini adalah besaran maksimal yang berarti tidak harus ditetapkan maksimal namun dapat ditetapkan tidak harus sebesar yang ditentukan namun disesuaikan dengan besaran keuangan daerah. Artinya, penetapan terhadap pos-pos anggaran ditentukan terlebih dahulu anggaran wajib seperti pendidikan dan kesehatan.

Veri Junaidi sebagai ketua Lembaga Advokasi Mahasiswa dan Pengkajian Kemasyarakatan (LAM&PK) FHUA menyatakan bahwa berlakunya PP 37/2006 akan membebaskan anggota dewan terhadap pajak penghasilan. Artinya pemasukan negara atas pajak akan berkurang sehingga anggaran untuk pembangunan akan berkurang. Disatu sisi berkurang karena hilangnya pajak atas penghasilan dan kedua akibat kenaikan gaji gaji dewan itu sendiri. Perlu diingat bahwa pajak penghasilan atas gaji dewan dibayarkan atas APBD yang berarti di bebankan atas rakyat. Selain itu, yang menjadi catatan dan perbandingan adalah anggaran pendidikan yang diamanatkan oleh UUD sebesar 20% yang diabaikan oleh legislatif. Sumbar hanya mampu menganggarkan kurang lebih 0,89% (data Kompas 2004) dan harus diberlakukan secara bertahap. Namun untuk PP ini kenapa harus dijadikan suatu kewajiban untuk dipenuhi. Pendidikan lebih berharga dibanding dengan kesejahteraan dewan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar